Sepi dan Sendiri
Pesantren kami, Pesantren Kampus Ainul Yaqin UNISMA baru saja di beri amanah untuk mengajar pesantren Ramadhan sekitar lima hari yang lalu di SMPN 09 kota Malang. Kebetulan saya dan teman-teman di ikutkan sebagai konversi nilai pengabdian pada Diniyah pondok kami.
Ternyata, mengajar tak semudah untaian infliencer. Apalagi puasa. Selain memang pertama kali, audience yang notabene remaja labil mengharuskan kami sabar dua kali. Sontak kami semua yang di amanati agak sulit beradaptasi, namun karena keseharian kami adalah belajar mengajar, problem tersebut tidak begitu bermasalah.
Banyak sekali pelajaran yang dapat dipetik, mengenai mahalnya integritas seorang pengajar, kesabaran, disiplin, keteladanan dan banyak value lainnya.
Yang sangat terkenang justru bukan itu semua sebenarnya. Hampir setiap kesempatan mengajar di berbagai kelas, pasti ada saja murid yang menyendiri di pojokan, diam tak bergeming, sedikit menundukkan pandangan, pelan suaranya.
Apa tanggapan wajar seorang pengajar? Ya, iba. Tapi lebih dari itu. Pemandangan itu adalah masa lalu, waktu saya masih seumuran mereka yang menyempitkan diri dari ruang dan waktu. Bayangkan, ruang mereka masih banyak, tak ada bangku maupun orang di sebelah nya, akan tetapi mereka memojokkan diri pada dinding seolah terdesak.
Naas nya lagi, bila saya bergurau, seisi kelas langsung menunjuk pada penyendiri dan mempermalukan nya, bahkan tak jarang memukul dengan tangan picisan itu.
Itu saya dulu waktu SMP. Terkadang saya tidak fokus dalam mengajar, tiba tiba saya teringat momen itu, momen saat tak ada sapa dan gurau yang ceria.
Adakah hal yang lebih menyakitkan melebihi tak memiliki teman, lalu di saat mereka bersenda gurau, sedangkan 'kita' di cemooh lalu di tertawakan?
PR besar lembaga pendidikan bukan sekedar mencerdaskan bangsa, tapi menghapuskan kesendirian dan kesepian mereka. Acapkali kita dengar orang yang saat sekolah terbilang cerdas, namun saat bersosial teramat buruk, tapi tidak dengan siswa yang terbilang bodoh. Mengapa siswa penyendiri yang kadang pintar menjadi pecundang ketika bermasyarakat. Kenapa?
Namun, kedewasaan akan merahmati orang-orang yang terbiasa dengan sepi dan sendiri. Dan hening. Di sana tak ada orang lain untuk dicaci. Di sana tidak ada siapapun menginterupsi. Di sana hanya ada diri sendiri. Gejolak pikir, perdebatan dengan diri sendiri, akan membawa kedamaian tanpa merepotkan orang lain.
Memang melihat orang lain tersisihkan dari sebagian besar komunitas rasanya sakit sekali. Seakan-akan dia adalah kita. Dia diam, dia tunduk, dia bisu. Pemandangan yang sungguh tidak mengenakkan. Tapi biarkanlah seperti itu dulu. Yang terpenting, sesiapa pun itu, jangan pernah menghardik orang-orang yang sepi dan sendiri!
0 Response to " Sepi dan Sendiri"
Post a Comment