JIKA ANDA BINGUNG MENGENAI PERSOALAN, “MENGAJAR QUR’AN ATAU ILMU AGAMA KOK DI BAYAR?!” TULISAN INI AKAN SEDIKIT MEMBANTU
![]() |
Kitab Rawaiul Bayan cetakan Juz 1 Hal. 116 Cetakan Darul Mawahib |
Bahwasannya pada QS al-Baqarah
ayat 159 – 160 menjadi latar belakang kewajiban seorang muslim menyebarkan
ilmu-ilmu syara’ sekaligus keharaman menyembunyikan ilmu syara’ secara
bersamaan.
Pada dasarnya, petikan
ayat ini secara eksplisit turun lantaran (asbabun nuzul) sahabat Muadz bin
Jabal serta sebagian sahabat Nabi bertemu rombongan dedengkot yahudi lalu
bertanya perihal khabar kelahiran Rasulullah yang termaktub dalam taurat, namun
rombongan yahudi tadi menolak mengkhabarkannya. Maka turunlah ayat ini.
Namun, ayat ini tidak
sebatas tertuju pada kaum yahudi saja, melainkan secara general umat muslim
seperti yang di jelaskan dalam kitab Ayaul
Ahkam, “Rawaiul Bayan”. Untuk mengajarkan dan menyebarkan ilmu syariat dan ilmu
Quran menjadi wajib bagi individu umat muslim sebab di dalam redaksi awal ayat
tadi berbunyi إِنَّ ٱلَّذِينَ يَكْتُمُونَ yang mana berupa sighat isim mausul dan itu menunjukan
makna umum.
Kewajiban menyebarkan dan
keharaman menyembunyikan Ilmu Qur’an an Ilmu-ilmu agama ‘setara’ dengan sholat.
Kemudian di dalam bab Ahkamus Syariah (Hukum Syara’), ada sebuah pertanyan:
هل
يجوز أخذ الاجر علي تعليم القران وعلوم الدين
(Apakah di perbolehkan
mengambil ongkos tatkala mengajar Qur’an dan Ilmu-ilmu agama?)
Di dalam kitab Tafsir 2
ini (istilah fan “Rawaiul Bayan”), terdapat dua reaksi atau pendapat atas persoalan
tadi. Bagi ulama Mutaqaddimin, tidak memperbolehkan mengambil ongkos atau gaji
ketika mengajar Qur’an dan Ilmu-ilmu agama. Mereka beralasan, bahwa, لا يستحق الإنسان اجرا علي عمل يلزمه اداؤه، كما لا يستحق
الاجر علي الصلاة (Tidak berhak bagi
seseorang mengambil upah atas amal yang wajib di kerjakannya, yakni mengajarkan
ilmu Qur’an dan Ilmu-ilmu agama, sama halnya mengambil upah karena sholat). Karena
itu, Ulama Mataqaddimin mengharamkan pengambilan upah bagi orang-orang yang mengajarkan
ilmu Qur’an dan Ilmu-ilmu agama.
Berbeda dengan Ulama Mutaqaddimin,
Ulama Mutaakhirin justru memperbolehkannya dengan latar belakang yang cukup
rasional. لما رأوا تهاون الناس، وعدم أكثراهم لأمر
التعليم الديني، وانصرفهم الي الاشتغال بمتاع الحيات الدنيا.... (Andaikata
masayarakat tidak di paksa, tentunya dengan biaya, mereka akan meremehkan hal
ini, tidak adanya semangat dalam belajar ilmu agama, berpalingnya orientasi
pada kesengangan-kesenangan dunia). Atas dasar observasi tersebut, Ulama
Mutaakhirin memperbolehkannya. Semua itu jelas atas dasar menjaga agama, dan
melakasanakan apa yang sudah di janjikan Allah dalam QS al Hijir ayat 09.
Maka, anda tak perlu
risau ketika berhadapan dengan persoalan, bolehkah kita mengambil upah dari
mengajar Ilmu Qur’an dan Ilmu-ilmu (Kyai Zainul Fadhli mengatakan semua ilmu
merupakan ilmu agama, sebab menjadi bahaya ketiak ilmu-ilmu saat ini bebas
nilai). Karena hari ini, kita hidup di
masa ‘industri pendidikan’. Adminsitrasi pembiayaan dalam melaksanakan kegiatan
belajar mengajar tidak bisa di elakkan. Bahkan mushonnif kitab “Rawaiul Bayan” sendiri,
Syaikh Ali As-sobuni lebih condong pada pendapat Ulama Mutaakhirin, yakni
memperbolehkan mengambil gaji atau upah dari mengajar Ilmu Qur’an dan Ilmu-ilmu
Agama. Beliaupun menyatakan, bahwa menjadi faktual jika ilmu syariah hampir di
telantarkan oleh kebanyakan orang di saat ini.
Akan tetapi jangan ada
niatan bahwa mengajar hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Teguhkan argumentasi hati (niat)
bahwa mengajarkan ilmu Qur’an dan Ilmu-ilmu agama untuk melanggengkan agama,
menghindari penelantaran ilmu Qur’an, dan menjalankan amanat Allah.
07, Oktober, 2022
(Catatan mengaji bersama
KH. Zainul Fadhli)
0 Response to "JIKA ANDA BINGUNG MENGENAI PERSOALAN, “MENGAJAR QUR’AN ATAU ILMU AGAMA KOK DI BAYAR?!” TULISAN INI AKAN SEDIKIT MEMBANTU"
Post a Comment